Thursday 17 January 2013

Analisis Psikologi Tokoh Cyrille pada Buku Photos de Nuit


 Oleh : Anna Rakhmawati
0911130018
Sebagai Ujian Akhir Semester Kesusastraan Anak dan Remaja Prancis

Photos de Nuit atau Foto – Foto Malam Hari karya Thierry Gallier merupakan salah satu buku cerita remaja berbahasa Prancis yang diterbitkan oleh Santillana Educacion, S.L pada 2007. Buku cerita ini merupakan buku cerita untuk para remaja karena bahasa Prancis yang digunakan tidak terlalu rumit. Selain itu juga terdapat gambar ilustrasi dan catatan kaki tentang arti dari istilah – istilah tertentu sehingga lebih mudah dipahami oleh pembaca. Buku ini adalah buku cerita untuk pembelajaran karena pada beberapa halaman buku ini juga terdapat pertanyaan – pertanyaan mengenai apa yang terjadi dalam cerita tersebut sehingga dapat membantu para pembaca untuk memahami cerita yang disampaikan oleh penulis.
Buku ini menceritakan tentang Cyrille, seorang mahasiswa magang pada perusahaan informatika berusia 21 tahun. Cyrille tinggal di pinggiran Kota Paris bersama orang tuanya yang berasal dari Portugis dan telah tinggal di Prancis selama 25 tahun. Cyrille memiliki kebiasaan untuk berjalan – jalan pada malam weekend seorang diri ke pusat Kota Paris. Petualangan serunya dimulai pada saat ia menemukan sebuah kamera yang masih bagus dalam sebuah tas kecil yang terletak di trotoir di dekat sebuah diskotek. Lalu ia berusaha mencari pemilik kamera dengan meminta bantuan teman – temannya, para musisi di sebuah café dan seorang mahasiswa kedokteran bernama Nour. Dengan melihat foto – foto yang ada dalam memori kamera tersebut ia berharap mampu menemukan pemiliknya. Ia pun mencoba untuk mengoperasikan alat tersebut yang menjadi pengalaman baru baginya. Dalam foto – foto tersebut ia menemukan foto seorang wanita Afrika di sebuah restoran yang kemudian diduga sebagai pemilik kamera tersebut. Selain itu, ia juga menemukan beberapa foto, yakni 2 orang laki – laki misterius yang sedang berlari. Ia meminta bantuan seorang jurnalis harian “Liberation” bernama Jacques Moreau dan menceritakan kisahnya malam itu karena ia merasa gadis pemilik kamera itu sedang berada dalam bahaya. Gadis itu bernama Awa Manayolo, seorang mahasiswi Afrika, anggota sebuah organisasi kemanusiaan. Akhirnya mereka berhasil menemui Awa dan mengembalikan kamera tersebut. Cyrille memperingatkan Awa akan bahaya itu, namun ia tak menanggapinya dengan serius. Keesokan harinya, Awa ditemukan tewas mengapung di perairan Arsenal. Sejak saat itu Cyrille memutuskan untuk mempercayai intuisi dan menjadi seorang fotografer jurnalis.
Unsur intrinsik merupakan salah satu hal yang utama untuk menganalisis sebuah karya sastra prosa karena unsur intinsik merupakan unsur – unsur pembentuk cerita. Penguraian unsur intrinsik ini juga dapat mempermudah dalam menganalisis karya menggunakan pendekatan yang sesuai. Unsur intrinsik terdiri dari tema, tokoh dan watak, sudut pandang, alur cerita, latar, gaya bahasa, tone dan nilai moral. Adapun unsur – unsur intrinsik dalam cerita ini akan disajikan dalam bentuk tabel agar lebih mudah dipahami.
Tabel 1.1 Daftar Unsur Intrinsik Cerita Photos de Nuit
No.
Unsur Intrinsik
Uraian
1.
Tema
Keingintahuan seorang remaja
2.
Tokoh dan watak
a. Cyrille : Penuh rasa ingin tahu, baik hati, jujur, suka menolong mandiri dan dinamis. Sifat ini tercermin pada saat ia menemukan sebuah kamera dalam tas di trotoir, ia segera mencari pemiliknya untuk mengembalikan kamera itu.
b. Awa Manayolo: Baik hati, peduli pada masyarakat, santai dan tidak mudah khawatir. Sifat ini tercermin pada deskripsi bahwa Awa adalah seorang mahasiswa yang tergabung dalam organisasi kemanusiaan serta sikapnya yang tak ambil pusing pada saat Cyrille memberi tahu bahwa ia sedang dalam bahaya.
c. Jacques Moreau : Baik hati, suka menolong, ramah dan memiliki pengetahuan yang luas. Sifat ini tercermin dalam sikapnya dalam menolong Cyrille untuk bertemu dengan Awa.
d. 4 amis de Cyrille :
·         Raphaël : Baik hati, suka menolong dan setia kawan
·         Floriane : Cerewet dan suka mengejek namun setia kawan
·         Nathan : Selalu ingin tahu dan setia kawan
·         Nour : Baik hati, suka menolong dan bercerita
3.
Sudut Pandang
Orang ketiga serba tahu. Contoh dalam kalimat : Quand le vendredi soir arrive, Cyrille n’a pas envie de rester dans sa chambre.
4.
Alur cerita
Maju
5.
Latar
a. Tempat :
- Bab I : Pusat Kota Paris , kanal Saint-Martin, daerah sekitar le Gibus (sebuah diskotek).
- Bab II : Café Les 9 Billards di Jalan Saint-Maur
- Bab III : Restoran di Hôtel du Nord,
- Bab IV : Apartemen Nour, kantor Jacques Moreau, teras Siecle
- Bab V :  Bar di kawasan La Bastille, Boulevard Richard-Lenoir
- Bab VI : Perairan Arsenal, kanal Saint-Martin,
b. Waktu : Jumat malam pada awal bulan Mei (weekend). Dijelaskan pada kalimat : Donc, en ce début de mois mai, comme les autres vendredis ….(Bab I paragraf ke-4). Cerita ini terjadi sejak hari Jumat malam sampai keesokan harinya.
c. Suasana : suasana yang ditampilkan pada cerita ini adalah suasana menegangkan karena mengandung suatu misteri yang terpecahkan di akhir cerita. Suasana semakin menegangkan saat diketahui bahwa Awa telah meninggal dan hal tersebut membuktikan kebenaran intuisi Cyrille.
6.
Gaya Bahasa
Bahasa yang digunakan sederhana dan mudah dipahami. Kala waktu yang digunakan adalah imparfait dan passé composé.
7.
Tone
Misterius
8.
Nilai Moral
-    Kita harus memiliki sifat jujur, suka menolong dan peka terhadap lingkungan sekitar.
-    Ikutilah intuisi yang disertai bukti – bukti untuk menolong seseorang yang berada dalam bahaya.
-    Kejujuran, keingintahuan dan kerja keras akan membawa seseorang pada sebuah kesuksesan.
   
            Menurut genrenya, cerita ini dapat dikategorikan ke dalam fiksi formula karena mengandung cerita misterius. Cerita misteri menampilkan daya suspense, rasa penasaran ingin tahu, lewat peristiwa dan tindakan yang tidak terjelaskan alias misterius, namun pada akhir kisah hal – hal tersebut dapat dijelaskan dan diselesaikan secara masuk akal. Demikian pula halnya dengan cerita detektif, novel kriminal, atau spionase yang juga menampilkan sesuatu yang misterius, yang biasanya dimulai dengan mayat dan atau kasus pembunuhan. Kasus tersebut tetap misterius, tak terjelaskan, namun pada akhir kisah ditemukan tersangka yang tak terduga, dengan bukti – bukti yang kuat (Nurgiyantoro, 2005 :18). Namun dalam cerita ini, kasus pembunuhan tidak terletak pada awal cerita tetapi pada akhir cerita dan bukti – bukti tersangka dapat diketahui pada foto – foto dalam kamera yang ditemukan oleh tokoh utama, Cyrille.  
Sebagai tokoh utama yang merepresentasikan sifat – sifat remaja sebagai sasaran pembaca buku ini, sosok karakter Cyrille menjadi hal yang menarik untuk diteliti dengan pendekatan psikologi sastra. Bimo Walgito (dalam Fananie, 2000: 177) mengemukakan psikologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang objek studinya adalah manusia, karena perkataan psyche atau psicho mengandung pengertian “jiwa”.  Sedangkan karya sastra merupakan hasil ungkapan jiwa seorang pengarang yang di dalamnya melukiskan suasana kejiwaan pengarang,baik suasana pikiran maupun emosi. Roekan (dalam aminudin 1990:91). Sebuah karya sastra menarik untuk diteliti dengan pendekatan psikologi karena sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional (Darmanto yatman dan Roekhan dalam Aminudin, 1990 : 93). Hubungan tak langsung yang dimaksudkan adalah baik sastra maupun psikologi sastra kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama, yaitu kejiwaan manusia. Pengarang dan psikolog adalah sama-sama manusia biasa. Mereka menangkap kejiwaan manusia secara mendalam, kemudian diungkapkan dalam bentuk karya sastra. Sedangkan hubungan fungsional antara sastra dan psikologi adalah keduanya sama-sama berguna sebagai sarana untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Perbedaannya adalah adalah dalam karya sastra gejala-gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner sebagai tokoh dalam karya sastra, sedangkan dalam psikologi adalah gejala kejiwaan manusia-manusia riil (Suwardi, 2004 : 97)
Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam sastra. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan (Ratna, 2004 : 344).  Dalam cerita ini, tokoh yang akan dikaji dengan psikologi sastra adalah tokoh utama, Cyrille.  Psikologi sastra mempelajari fenomena, kejiwaan tertentu yang dialami oleh tokoh utama dalam karya sastra ketika merespon atau bereaksi terhadap diri dan lingkunganya. Dengan demikian, gejala kejiwaaan dapat terungkap lewat perilaku tokoh dalam sebuah karya sastra (Siswantoro, 2004 : 32).
Sifat dan karakter tokoh dapat diketahui dari deskripsi yang dipaparkan penulis, deskripsi pemikiran tokoh tersebut, dialog tokoh, maupun ujaran tokoh lainnya. Karakter dari Cyrille dapat diketahui berdasarkan deskripsi yang dipaparkan oleh penulis. Pada awal cerita, dijelaskan bahwa Cyrille memiliki sifat baik hati, jujur dan suka menolong. Selain itu, Cyrille sebagai seorang remaja, seringkali dalam kesehariannya merasa bosan dengan kehidupannya sehari – sehari yang monoton, pergi ke kantor yang sama dan bertemu dengan orang – orang yang sama. Seorang remaja memiliki sifat untuk mulai belajar mandiri dan suka berjalan – jalan (dinamis)  sehingga pada saat weekend ia lebih memilih untuk jalan – jalan seorang diri ke Kota Paris. Saat menemukan kamera itulah, rasa keingintahuan serta keinginan untuk mengembalikan kamera tersebut pada pemiliknya muncul dalam diri Cyrille. Mengapa tidak diambilnya saja kamera tersebut untuk dirinya sendiri? Mengapa ia harus bersusah payah untuk mencari pemiliknya? Dalam kasus ini, tampak penulis ingin mewujudkan gambaran sifat Cyrille yang telah dipaparkan ke dalam sebuah tindakan nyata bahwa Cyrille memang memiliki sifat jujur dan perilaku suka menolong. Tindakan Cyrille tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk respon atau reaksinya terhadap diri sendiri serta lingkungan sekitarnya. Tindakan tersebut juga merupakan salah satu nilai didaktis yang terkandung dalam cerita ini. Nilai didaktis tersebut tetap harus ditonjolkan karena cerita ini adalah cerita remaja.
Dalam cerita tersebut tentu saja ada interaksi yang dilakukan Cyrille dengan para tokoh lainnya. Dalam interaksi tersebut, tampak bagaimana pola pikir serta inisiatif yang dilakukan oleh Cyrille. Cyrille memiliki pola pikir yang taktis dan tindakan yang sigap. Ia juga selalu memiliki inisiatif bagaimana caranya menemukan pemilik kamera tersebut. Contoh inisisatif tersebut adalah mendatangi Jacques Moreau untuk meminta keterangan lebih lanjut tentang identitas Awa. Cerita ini tentu saja menggunakan berbagai macam latar pada setiap babnya. Pada tempat – tempat tersebut, Cyrille selalu melakukan berbagai tindakan sebagai wujud kerja kerasnya dalam berusaha mencapai tujuan yang tentu saja dibantu oleh rekan – rekannya.  Salah satu hal yang menarik dalam cerita ini, yang sekaligus menjadi kunci di akhir cerita, adalah intuisi yang dimiliki oleh Cyrille. Permainan dan kebenaran intuisi tokoh Cyrille terhadap konflik tersembunyi yang kemudian terbuka di akhir cerita juga menjadi penguat bahwa cerita ini mengandung cerita misteri. Intuisi yang dimiliki Cyrille ini didapatkan karena ia memiliki kepekaan sosial yang baik terhadap keadaan dan peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Intuisi yang didukung oleh bukti – bukti nyata tersebut akhirnya dapat membuat Cyrille menarik kesimpulan dari fenomena yang tengah dialaminya tersebut.
Keingintahuan merupakan modal awal untuk belajar. Seseorang yang merasa ingin tahu terhadap suatu hal yang menjadi misteri baginya akan  terus berusaha mencari tahu jawaban dari pertanyaan yang terus menerus bergema di pikirannya. Jawaban – jawaban tersebut bukan begitu saja hadir dalam usaha pencarian jawaban tersebut melainkan melalui pengamatan, pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, perenungan dan akhirnya didapatlah suatu kesimpulan untuk menjawab pertanyaan. Berangkat dari rasa ingin tahunya, Cyrille pun berusaha untuk mencari tahu kebenaran tentang pemilik kamera. Dalam pencarian jawaban tersebut, Cyrille banyak mengalami pembelajaran, baik pembelajaran yang bersifat teknis seperti cara pengoperasian kamera maupun pembelajaran secara psikologis. Pembelajaran psikologis tersebut akhirnya membawanya pada sebuah penemuan dalam pikirannya bahwa ia harus mempercayai intuisinya walaupun sekitarnya kurang mempercayainya. Ia tak mudah menyerah untuk meyakinkan Awa bahwa gadis itu sedang berada dalam bahaya. Dengan kerja kerasnya itu, akhirnya ia mendapatkan pengalaman dan pembelajaran yang menarik. Terlebih lagi saat ia mengenal Jacques Moreau, jurnalis yang banyak membantunya dalam kasus ini. Oleh karena itulah, di akhir cerita, berkat pengalaman dan pembelajarn tersebut, ia menemukan sebuah pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan kata hatinya. Keputusannya untuk menjadi seorang fotografer jurnalis pun bukannya tanpa alasan karena ia memiliki sifat – sifat yang harus dimiliki oleh seorang jurnalis seperti jujur, dinamis, penuh rasa ingin tahu dan mandiri, serta keinginannya untuk mengikuti intuisinya demi menolong orang lain yang sedang berada dalam bahaya.
Karya sastra dan kehidupan memang selalu berkaitan. Karya sastra hadir sebagai refleksi dari kehidupan yang sebenarnya. Mempelajari karya sastra pun seperti halnya mempelajari kehidupan. Dari keduanya terdapat banyak hal yang dapat ditemukan untuk dipelajari dan dijadikan sebagai pembelajaran dan pengalaman untuk bekal dalam menghadapi masa yang akan datang, terutama untuk para remaja yang sedang mencari jati dirinya.    

Referensi :
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Kurniawan, Bagus (2012). Pendekatan Psikologi Sastra. Diakses pada tanggal 2 Januari 2013 dari http://baguz01.blogspot.com/2012/04/pendekatan-psikologi-sastra.html



  

No comments:

Post a Comment